PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA
Makalah
disajikan dalam Pendidikan dan Pelatihan
Guru
IPS SMP Jenjang Dasar
di PPPPTK PKn dan IPS Malang
7-20
Agustus 2011
Oleh:
Dra. Arbaiyah
Prantiasih, M.Si
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN PKn DAN IPS MALANG
AGUSTUS, 2011
Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi dan tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (UU Sisdiknas, Pasal 3).
Tujuan pendidikan
nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Rumusan tujuan dan fungsi pendidikan nasional dalam UU Sisdiknas tersebut
di atas menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Pendidikan
budaya dan karakter bangsa merupakan gabungan dari kata budaya, karakter,
bangsa, dan pendidikan.Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir,
nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan
masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah
hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya.
Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam
kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem
kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia
sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma,
dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam
kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan
keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang,
maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem
kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni.
Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta
didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan
yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang
sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Musfiroh (2008), karakter mengacu kepada
serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “to mark” atau
menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak
jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter
jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap,
dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti
jujur, dapat dipercaya, hormat kepada orang lain.
Pengembangan karakter dilakukan dan terjadi melalui interaksi antar sesama manusia.
Interaksi antara seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter individu, karakter
masyarakat dan karakter bangsa. Proses ini terjadi baik dengan cara sengaja,
direncanakan, disadari, atau tidak sama sekali.
Pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan
karakter individu. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan
budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu hanya dapat dilakukan
dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan
budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan
yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat,
dan budaya bangsa.
Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan
budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan
kata lain, pengembangan budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan
nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak,
dan fisik, sehingga pada akhirnya diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan
potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa
dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat
dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh
pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa.
Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter
bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter
bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa
mendatang.
Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta
didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan
penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat,
mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan
kehidupan bangsa yang bermartabat. Atas dasar pemikiran itu, pengembangan
pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan
keunggulan bangsa di masa mendatang.
Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang
sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat
suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah;
oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin
sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari budaya sekolah.
Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal. Upaya sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta
didik berada, terutama dari lingkungan sosial budayanya, karena peserta didik hidup
tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya.
Bilamana proses pendidikan tidak dilandasi oleh prinsip budaya setempat
akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini
terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia
menjadi orang “asing” dalam lingkungannya. Selain menjadi orang asing, yang lebih
mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya, atau
tidak menjadi bagian dari lingkungannya.
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya
di lingkungan terdekat (keluarga, kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan
yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia.
Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak
mengenal budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya
bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar
dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing).
Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki nilai budaya yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing) dalam segala
aktifitasnya.
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada
titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro
akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa.
Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara Indonesia yang
memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah
sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan
fungsi utama pendidikan “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh
karena itu, UUD 1945 dan UU Sisdiknas sudah memberikan landasan yang kokoh
untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota
masyarakat dan bangsa.
Pendidikan sebagai suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan
nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan
prestasi itu merupakan kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh
bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi
untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi
nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang
akan datang, serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter baru
bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan inti
dari suatu proses pendidikan.
Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter
menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran
yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika,
agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta keterampilan).
Dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa, kesadaran akan siapa
dirinya dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut
hanya dapat terbangun dengan baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan
dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya
dan bangsanya di masa kini.
Selain itu, pendidikan harus membangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan
tempat diri dan bangsanya hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang
berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik
(ketatanegaraan/politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara
berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya,
perlu ada upaya terobosan kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang
menjadi dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Dengan terobosan kurikulum yang demikian, nilai dan karakter yang
dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak
nyata dalam kehidupan diri, masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan
nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa.
Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh
karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah
pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa
Indonesia,agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan
pendidikan nasional.
Kurikulum muatan lokal ialah program pendidikan yang disi dan media penyampaiannya
dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah
dan wajib dipelajari oleh murid didaerah tersebut. Kurikulum muatan lokal
diberikan bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Sumber bahan muatan lokal dapat diperoleh dari banyak
sumber antara lain dari nara sumber, pengalaman lingkungan, hasil diskusi dari
para ahli yang relevan dan sebagainya. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran
selalu menyangkut berbagai unsur atau komponen. Menyusun perencanaan muatan
lokal juga akan menyangkut berbagai aspek, antara lain: sumber bahan ajar,
pengajar, metode, media, dana dan evaluasi
Muatan lokal adalah progran pendidikan yang isi dan media
penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan
lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu di ajarkan
kepada siswa. Muatan lokal yang dipilih ditetapkan berdasarkan ciri khas, potensi dan
keunggulan daerah, serta ketersediaan lahan, sarana prasarana, dan tenaga
pendidik. Sasaran pembelajaran muatan lokal adalah pengembangan jiwa
kewirausahaan dan penanaman nilai-nilai budaya sesuai dengan lingkungan.
Nilai-nilai kewirausahaan yang dikembangkan: inovasi,
kreatif, berfikir kritis, eksplorasi, komunikasi, kemandirian, dan memiliki
etos kerja. Nilai-nilai budaya yang dimaksud antara lain kejujuran, tanggung
jawab, disiplin, kepekaan terhadap lingkungan, kerjasama.
Kewirausahaan
identik dengan kemampuan para wirausahawan dalam dunia usaha (business).Padahal,
dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan watak/ciri
wirausahawan semata, karena sifat-sifat wirausahawanpun dimiliki oleh seorang yang bukan wirausahawan.
Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun
pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980). Wirausahawan adalah mereka yang
melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan
meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation)
hidup (Prawirokusumo, 1997).
Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu
berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan
meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan
peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001). Esensi dari
kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian
sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut
Zimmerer (1996:51), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara
sebagai berikut: (1) Pengembangan teknologi baru (developing new technology);
(2) Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge); (3) Perbaikan
produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or
services); (4) Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang
dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding
different ways of providing more goods and services with fewer resources).
Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan
sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.
Meredith dalam Suprojo Pusposutardjo (1999), memberikan ciri-ciri seseorang
yang memiliki jiwa wirausaha (entrepeneur) sebagai orang yang (1)
percaya diri, (2) berorientasi tugas dan hasil, (3) berani mengambil risiko,
(4) berjiwa kepemimpinan, (5) berorientasi ke depan, dan (6) keorisinalan.
Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1.
pengembangan: pengembangan potensi peserta didik
untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah
memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;
2.
perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional
untuk bertanggung jawabdalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih
bermartabat; dan penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya
bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
yang bermartabat.
Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
- mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusiadan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
- mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
- menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
- mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
- mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa
diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.
- Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
- Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
- Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
- Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka dihasilkan
sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu:
1.
Religius: suatu sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.
Jujur: perilaku yang didasarkan pada
kebenaran, menghindari perilaku yang salah, dan menjadikan dirinya menjadi
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.
Toleransi: suatu tindakan dan sikap yang
menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari pendapat,
sikap, dan tindakan dirinya.
4.
Disiplin: suatu tindakan tertib dan
aptuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang harus dilaksanakannya.
5.
Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan
untuk selalu menggunakan waktu yang tersedia untuk suatu pekerjaan dengan
sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang dilakukan selesai pada waktunya
6.
Kreatif: berpikir untuk menghasilkan
suatu cara atau produk baru dari apa yang telah dimiliki
7.
Mandiri: kemampuan melakukan pekerjaan
sendiri dengan kemampuan yang telah dimilikinya
8.
Demokratis: sikap dan tindakan yang
menilai tinggi hak dan kewajiban dirinya dan orang lain dalam kedudukan yang
sama
9.
Rasa ingin tahu: suatu sikap dan tindakan yang
selalu berupaya untuk mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam
dan meluas dalam berbagai aspek terkait.
10. Semangat kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, dan
wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri
dan kelompoknya.
11. Cinta tanah air: suatu sikap yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
12. Menghargai
prestasi: suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan
orang lain.
13. Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yang
memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang
lain.
14. Cinta damai: suatu sikap dan tindakan yang selalu
menyebabkan orang lain senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain,
masyarakat dan bangsa
15. Senang membaca:
suatu kebiasaan yang selalu menyediakan waktu untuk membaca bahan bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli sosial: suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberikan bantuan untuk membantu orang lain dan masyarakat dalam meringankan
kesulitan yang mereka hadapi.
17. Peduli lingkungan: suatu sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
18. Tanggung
jawab; Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Prinsip Pengembangan Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa di
Sekolah
Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok
bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan
budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai
yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program
Pembelajaran (RPP).
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal
dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan
bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal
pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan
suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.
Prinsip tersebut menjadikan peserta didik belajar melalui proses
berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan
mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
- Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
- Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
- Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai- nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan keterampilan.
Materi pelajaran digunakan sebagai bahan atau media untuk
mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru
tidak perlu mengubah materi pokok yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok tersebut untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa.
Guru juga tidak harus mengembangkan proses
belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat
bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan
dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Konsekuensi dari prinsip tersebut, nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan
dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui
pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka.
Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham akan makna nilai itu.
- Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan
dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak
indoktrinatif. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang
dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini
dilakukan tanpa guru mengatakan kepada
peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar
yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber
informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang
sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil
rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.
Perencanaan Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan
karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan
(konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan
ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut.
1.
Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembngan diri, perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui
pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal
berikut.
a.
Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus
menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari
besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan
lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama atau shalat bersama setiap
dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran,
mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.
b.
Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara
spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan
tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari
peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui
adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus
melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang
tidak baik itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah tidak pada tempatnya,
berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku
tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.
Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta
didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya: memperoleh
nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau
kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak
terpuji.
c.
Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga
kependidikan yang lain dalam memberikan contoh
terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk
mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar
peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga
kependidikan yang lain adalah orang yang
pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan
nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja
keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik,
jujur, menjaga kebersihan.
d.
Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan
karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu.
Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di
berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah
terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.
2.
Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater
bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran.
Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan
nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
a.
mengkaji Standar Komptensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
b.
dengan menggunakan tabel diidentifikasi
keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator
untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
c.
mencantumkankan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa ke dalam silabus;
d.
mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
e.
mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan
peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan
menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan
f.
memberikan bantuan kepada peserta
didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk
menunjukkannya dalam perilaku.
3.
Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup
ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan
ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial
antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah
tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor
dengan sesamanya, pegawai administrasi
dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah.
Interaksi internal kelompok dan antarkelompok terikat oleh berbagai aturan,
norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah. Kepemimpinan,
keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial,
kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan,
dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya
sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan
karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan
kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan
peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.
C.
Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa
menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat
pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan
masyarakat.
1.
Kelas,
Melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan
yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan
dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu
diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan
budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai
tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar
yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli
sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya
pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan
perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.
2.
Sekolah,
Melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh
peserta didik, guru, kepala sekolah, dan
tenaga administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran,
dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai
bagian dari budaya sekolah. Contoh
kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vocal
group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni,
lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya dan
karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran
hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, pameran foto
hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat
tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan
wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan budaya dan karakter bangsa,
mengundang berbagai narasumber untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah
yang berhubungan dengan budaya dan karakter bangsa.
3.
Luar sekolah,
Melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang
diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal
tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan
ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan
semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan
kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah
banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan
atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).
Penilaian Hasil Belajar
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan pada
indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan
dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka
guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang peserta
didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan
perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau
bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki
gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya
sampai bahkan kepada yang bertentangan
dengan perasaan umum teman sekelasnya.
Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat
guru berada di kelas atau di sekolah. Model
anecdotal record (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya
perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan
guru. Selain itu, guru dapat pula
memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya.
Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan
bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang
konflik pada dirinya.
Berdasarkan hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan
sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan tentang
pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan atau
pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam
pernyataan kualitatif sebagai berikut.
BT : Belum Terlihat (apabila peserta didik
belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam
indikator).
MT : Terlihat (apabila peserta didik sudah
mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam
indikator tetapi belum konsisten).
MB : Mulai Berkembang (apabila peserta
didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam
indikator dan mulai konsisten).
MK : Membudaya (apabila
peserta didik terus menerus
memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).
Sumber Pustaka
Kementerian Pendidikan Nasional. 2009. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
(Pedoman Sekolah). Jakarta: Balitbang. Kementrian Pendidikan Nasional RI.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Naskah Akademik Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan.
Jakarta: Balitbang. Kementrian Pendidikan Nasional RI.
Baedhowi (Direktur Jenderal PMPTK, Kemendiknas). 2010. Pendidikan Berbasis Karakter. Disampaikan pada Workshop “Pengembangan Pembelajaran dan Pembangunan
Karakter Bangsa di Satuan Pendidikan”
yang diselenggarakan oleh PPPPTK PKn dan IPS di Hotel Filadelfia – Batu,
Selasa, 24 Agustus 2010.
Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa tahun 2010-2025.
Pemerintah Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar