Minggu, 28 Februari 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA skripsi 2013


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
            Untuk melakukan sebuah penelitian diperlukan landasan teori yang akan mendukung penelitian tersebut. Pada bab ini akan dibahas teori – teori yang dapat mendukung tujuan penelitian serta hipotesa yang akan dikemukakan.
2.1.1 Sejarah Perbankan.
1.   Asal Mula Kegiatan Perbankan.
7
 
Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika, dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan tempo dulu mungkin penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dnegan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan
8
 
dipinjamkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
2.   Sejarah Perbankan di Indonesia.
Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pada masa itu terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda. Bank-bank yang ada itu antara lain:
a.   De Javasce NV.
b.   De Post Poar Bank.
c.   De Algemenevolks Crediet Bank.
d.   Nederland Handles Maatscappi (NHM).
e.   Nationale Handles Bank (NHB).
f.    De Escompto Bank NV.
Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang-orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Bank-bank tersebut antara lain:
1)   Bank Nasional indonesia.
2)   Bank Abuan Saudagar.
3)   NV Bank Boemi.
4)   The Chartered Bank of India.
5)   The Yokohama Species Bank.
6)   The Matsui Bank.
7)   The Bank of China.
9
 
8)   Batavia Bank.
Di zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain:
a)   Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI ’46.
b)   Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dar De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
c)   Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.
d)   Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
e)   Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
f)   Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
g)   NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
h)   Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.
g)   Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syari’ah, dan juga BPR Syari’ah (BPRS). Masing-masing bentuk lembaga bank tersebut berbeda karakteristik dan fungsinya.
10
 
Saat kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1950, struktur ekonomi Indonesia masih didominasi oleh struktur kolonial. Bank-bank asing masih merajai kegiatan perbankan nasional, sementara peranan bank-bank nasional dalam negeri masih terlampau kecil. Hingga masa menjelang lahirnya Bank Indonesia pada tahun 1953, pengawasan dan pembinaan bank-bank belum terselenggara. De Javasche Bank adalah bank asing pertama yang dinasionalisasi dan kemudian menjelma menjadi BI sebagai bank sentral Indonesia. Beberapa tahun kemudian, seiring dengan memanasnya hubungan RI-Belanda, dilakukan nasionalisasi atas bank-bank milik Belanda. Berikutnya, sistem ekonomi terpimpin telah membawa bank-bank pemerintah kepada sistem bank tunggal yang tidak bertahan lama. Orde baru datang membawa perubahan dalam bidang perbankan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14/1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Mulai saat itu, sistem perbankan berada dalam kesatuan sistem dan kesatuan pimpinan, yaitu melalui pengawasan dan pembinaan Bank Indonesia.
Bank Indonesia dengan dukungan pemerintah, dalam kurun waktu 1971-1972 melaksanakan kebijakan penertiban bank swasta nasional dengan sasaran mengurangi jumlah bank swasta nasional, karena jumlahnya terlalu banyak dan sebagian besar terdiri atas bank-bank kecil yang sangat lemah dalam permodalan dan manajemen. Selain itu, Bank Indonesia juga menyediakan dana yang cukup besar melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk program-program Kredit Investasi Kecil (KIK)/Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Investasi (KI), Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI), Kredit Koperasi (Kakop), Kredit Profesi Guru (KPG), dan sebagainya. Dengan langkah ini, BI telah mengambil posisi sebagai penyedia dana terbesar dalam pembangunan ekonomi di luar dana APBN.
11
 
Industri perbankan Indonesia telah menjadi industri yang hampir seluruh aspek kegiatannya diatur oleh pemerintah dan BI. Regulasi tersebut menyebabkan kurangnya inisiatif perbankan. Tahun 1983 merupakan titik awal BI memberikan kebebasan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga, baik kredit maupun tabungan dan deposito. Tujuannya adalah untuk membangun sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Kebijakan selanjutnya merupakan titik balik dari kebijakan pemerintah dalam penertiban perbankan tahun 1971-1972 dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88), yaitu kemudahan pemberian ijin usaha bank baru, ijin pembukaan kantor cabang, dan pendirian Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Pada periode selanjutnya, perbankan nasional mulai menghadapi masalah meningkatnya kredit macet. Hal ini sejalan dengan meningkatnya pemberian kredit oleh perbankan terutama untuk sektor properti. Keadaan ekonomi mulai memanas dan tingkat inflasi mulai bergerak naik. Ketika krisis moneter 1997 melanda, struktur perbankan Indonesia porak poranda. Pada tanggal 1 November 1997, dikeluarkan kebijakan pemerintah yang melikuidasi 16 bank swasta. Hal ini mengakibatkan kepanikan di masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia turun mengatasi keadaan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas dasar kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, berbagai tindakan restrukturisasi dijalankan oleh Bank Indonesia bersama pemerintah.
12
 
Sistem pembayaran di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu sistem pembayaran tunai dan non tunai. Dalam Undang-Undang (UU) No. 11/1953 ditetapkan bahwa Bank Indonesia (BI) hanya mengeluarkan uang kertas dengan nilai lima rupiah ke atas, sedangkan pemerintah berwenang mengeluarkan uang kertas dan uang logam dalam pecahan di bawah lima rupiah. Uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh BI adalah uang kertas bertanda tahun 1952 dalam tujuh pecahan. Selanjutnya, berdasarkan UU No. 13/1968, BI mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam sebagai alat pembayaran yang sah dalam semua pecahan. Sejak saat itu, pemerintah tidak lagi menerbitkan uang kertas dan uang logam. Uang logam pertama yang dikeluarkan oleh BI adalah emisi tahun 1970. Pada era 1990-an, BI mengeluarkan uang dalam pecahan besar, yaitu Rp 20.000 (1992), Rp 50.000 (1993), dan Rp 100.000 (1999). Hal itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan uang pecahan besar seiring dengan perkembangan ekonomi yang tengah berlangsung saat itu.
Sementara itu, dalam bidang pembayaran non tunai, BI telah memulai langkahnya dengan menetapkan diri sebagai kantor perhitungan sentral menjelang akhir tahun 1954. Sebagai bank sentral, sejak awal BI telah berupaya keras dalam pengawasan dan penyehatan sistem pembayaran giral. BI juga terus berusaha untuk menyempurnakan berbagai sistem pembayaran giral dalam negeri dan luar negeri. Pada periode 1980 sampai dengan 1990-an, pertumbuhan ekonomi semakin membaik dan volume transaksi pembayaran non tunai juga semakin meningkat. Oleh karena itu, BI mulai menggunakan sistem yang lebih efektif dan canggih dalam penyelesaian transaksi pembayaran non tunai. Berbagai sistem seperti Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL) dengan basis personal computer dan Sistem Transfer Dana Antar Kantor Terotomasi dan Terintegrasi (SAKTI) dengan sistem paperless transaction terus dikembangkan dan disempurnakan. Akhirnya, BI berhasil menciptakan berbagai perangkat sistem elektronik seperti BI-LINE, Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ), Real Time Gross Settlement (RTGS), Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ), kliring warkat antar wilayah kerja (intercity clearing), dan Scriptless Securities Settlement System (S4) yang semakin mempermudah pelaksanaan pembayaran non tunai di Indonesia.
13
 
2.1.2    Tujuan Jasa Perbankan.
            Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan, yaitu :
a.   Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi6. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.

6Subagyo, Sri Fatmawati, Rudy Badrudin, Astuti Purnamawati, Algifari, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, STIE YKP, Yogyakarta, 2005, hal. 68.

7Ibid.
 
b.   Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan menngkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman7.
14
 
2.1.3    Jenis Bank.
Secara umum bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan fungsi untuk untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana tersebut. Berikut di bawah ini adalah macam-macam dan jenis-jenis bank yang ada di Indonesia beserta arti definisi / pengertian masing-masing bank. Jenis-Jenis Bank antara lain, yaitu :
1.   Bank Sentral
      Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur pengerahan dana-dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan pencetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia.
2.   Bank Umum
      Bank umum adalah lembaga keuangan yang menawarkan berbagai layanan produk dan jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan, jual beli valuta asing / valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima penitipan barang berharga, dan lain sebagainya.
3.   Bank Perkreditan Rakyat / BPR
      Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki keterbatasan wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan kridit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dana dalam SBI (Sertifikat Bank Indonesia), deposito berjangka, sertifikat / surat berharga, tabungan, dan lain sebagainya.
15
 
2.1.4    Bentuk Dan Produk Bank.
Beberapa bentuk produk perbankan berupa pemberian kredit, pemberian jasa pembayaran dan peredaran uang, serta bentuk jasa perbankan lainnya. Untuk penjelasannya sebagai berikut:
1.   Pemberian kredit dengan berbagai macam bentuk jaminan atau tanggungan misalnya tanggungan efek.
2.   Memberikan jasa-jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang yang terdiri:
      a.   Lalu lintas pembayaran dalam negeri seperti transfer, inkaso.
      b.   Lalu lintas pembayaran luar negeri seperti pembukaan L/C (Letter of Credit) yaitu surat jaminan bank untuk transaksi ekspor-impor.
3.   Jasa-jasa perbankan lainnya yang meliputi :
      a.   Jual-beli cek perjalanan (travellers cheque).
      b.   Jual-beli uang kertas (bank note).
      c.   Mengeluarkan kartu kredit (Credit Card).
      d.   Jual-beli valuta asing.
      e.   Pembayaran listrik, telepon, gaji, pajak.
      f.    Menyiapkan kotak pengaman simpanan (safe deposite box).
16
 
4.   Bentuk-bentuk simpanan di Bank.
      a.   Giro adalah simpanan pada bank yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
      b.   Deposito Berjangka adalah simpanan pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
      c.   Sertifikat Deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan.
      d.   Tabungan adalah simpanan pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati.
2.1.5    Bank Syariah.
Dalam pandangan Islam, uang itu sendiri tidak menghasilkan bunga atau laba dan tidak dipandang sebagai komoditi. Perbankan syariah didasarkan pada dua konsep utama yang digariskan dalam Islam, yaitu :
1.   Larangan atas penerapan bunga.
2.   Sebagai penggantinya dipakai sistem bagi hasil.
Kedudukan bank syariah dalam hubungannya dengan para nasabah adalah sebagai mitra investor. Sedangkan dalam bank umum, hubungan antara bank dan nasabah adalah sebagai kreditur dan debitur saja. Dalam menjalankan pekerjaan yang sesungguhnya antara bank syariah dengan nasabah, digunakan teknik dan metode investasi seperti kontrak mudharabah, yaitu seorang pemilik modal memberikan modal dan mudharab (mitra tenaga kerja) memberikan kecakapan teknik dan keterampilan. Laba dibagi antara keduanya menurut persentase yang disetujui dengan mengcua pada prinsip keadilan (persentase ditentukan oleh usaha).Selain hal di atas, bank syariah juga bisa melakukan aktivitas di pasar devisa dan menjalankan jasa perbankan lainnya seperti surat kredit dan surat jaminan. Bank Syariah juga memberikan jasa bukan perbankan seperti trust business, real estate, dan jasa konsultan.
17
 
2.1.6    Manajemen Bank Syariah.

8Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan (Edisi Keempat), Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 2004, hal. 181.
 
Dalam bank syariah secara konsep tidak jauh berbeda dengan manajemen bank konvensional. Baik itu dari segi tujuan dan resiko yang akan dihadapi oleh bank syariah. Yang membedakan hanyalah pada akad yang digunakan ketika melakukan kontrak. Selama in alat untuk manajemen dalam bank syariah adalah PUAS (pasar uang antar bank syariah) dengan akad wadiah, SIMA (sertifikat mudharabah antar bank syariah) dan SWBI (surat wadiah bank indonesia) juga dengan akad wadiah8. Semuanya ini adalah instrumen untuk menjaga bank. Apabila suatu bank kekurangan, maka bank tersebut akan meminjam kepada bank lain berupa PUAS, SWBI atau menerbitkan SIMA, sebaliknya bila kelebihan maka akan ditempatkannya pada bank lain (PUAS) atau dengan membeli SWBI atau SIMA. Sedikitnya bank syariah, membuat para praktisi memutar otak untuk mencari solusi yang dapat memperluas instrumen bank syariah. Maka dari itu untuk mengakomodir permintaan akan instrumen yang lain, dibuatlah instrument derivative future kontrak ini dengan salah akad yang digunakan adalah murabahah yang akan menjadi fokus kajian kali ini. Jadi pada prinsipnya manajemen bank baik konvensional maupun syariah tidak jauh berbeda. Yang membedakan dan yang ditekankan adalah bagaimana cara mendapatkan dana tersebut haruslah sesuai dengan syariah.
18
 
2.1.7    Pengertian Tentang BMT.
BMT  singkatan dari Baitul māl wattamwil. BMT terdiri dari dua istilah yaitu  baitul māl  dan baitul tamwil.  Apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti rumah uang dan rumah pembiayaan. Baitul māl lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infaq, dan shodaqoh serta menjalankan sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Pengertian baitul māl adalah lembaga keuangan berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta masyarakat berupa zakat, infak, shodaqoh (ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Al Qur’an dan sunnah Rasul Nya, dan pengertian dari baitul tamwil adalah “lembaga keuangan yang kegiatannya  menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) dan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui mekanisme yang lazim dalam dunia perbankan”9. Sedangkan pengertian baitul māl adalah “suatu badan yang bertugas mengumpulkan, mengelola serta menyalurkan zakat, infak, dan shodaqoh yang bersifat social oriented”10, dan “baitut tamwil adalah suatu lembaga yang bertugas menghimpun, mengelola serta menyalurkan dana untuk suatu tujuan profit oriented (keuntungan) dengan bagi hasil (qiradh/mudharabah, syirkah/musyarakah), jual beli (bai’u bitsaman ajil/angsur, murabahah /tunda) maupun sewa (al-al-ijarah)”11.
 

19
 
Dengan demikian BMT sesungguhnya merupakan lembaga yang bersifat sosial keagamaan sekaligus komersial. BMT menjalankan tugas sosialnya dengan cara menghimpun dan membagikan dana masyarakat dalam bentuk  zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) tanpa mengambil keuntungan. Di sisi lain ia mencari dan memperoleh keuntungan melalui kegiatan kemitraan dengan nasabah baik dalam bentuk penghimpunan, pembiayaan, maupun layanan-layanan pelengkapnya sebagai suatu lembaga keuangan Islam. Dilihat dari bangunan suatu kelompok, maka BMT tidak berbeda dari ormas Islam lainnya kecuali pada bidang geraknya secara ekonomis dan bisnis keuangan. Mulai dari tujuan, asas dan landasan, visi dan misi BMT, semuanya terlihat sebagai organisasi keuangan orang Islam pada umumnya. Visi BMT adalah semakin meningkatnya kualitas ibadah anggota BMT sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.  Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil dan makmur berlandaskan syariah dan ridho Allah SWT.
Di sini BMT menempati fungsi lembaga usaha ekonomi kerakyatan yang dapat dan mampu melayani nasabah usaha mikro dan kecil-bawah. Pada awal konsepnya, BMT mempertegas ciri utamanya sebagai lembaga yang berorientasi bisnis dan bukan lembaga sosial. Akan tetapi ia bergerak juga untuk penyaluran dan penggunaan zakat, infaq, dan sadaqoh ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya, milik bersama masyarakat kecil-bawah dan kecil dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik seseorang atau orang dari luar masyarakat itu. Ciri khasnya meliputi etos kerja bertindak proaktif (service excellence) dan menjemput bola kepada calon anggota dan anggota; pengajian rutin secara berkala tentang keagamaan dan kemudian tentang bisnis. Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). “PINBUK sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yakni menetaskan usaha kecil”12. Dalam prakteknya  PINBUK menetaskan BMT dan pada gilirannya BMT menetaskan usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat. Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syari’ah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip syari’ah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang serba kekurangan baik di bidang ilmu pengetahuan atau materi, maka BMT mempunyai tugas penting dalam mengemban misi keislaman dalam  segala aspek kehidupan masyarakat.
20
 
2.1.8 Sejarah Berdirinya BMT.

12M. Dawan Rahardjo, Perspektif Deklarasi Mekkah Menuju Ekonomi Islam, Mizan, Bandung, 1989, hal. 103.

 
Sesuatu yang revolusioner yang dilakukan oleh Rasulullah saw adalah pembentukan lembaga penyimpanan yang disebut baitul māl. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah tersebut merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan (expenditure) yang transparan dan bertujuan seperti apa yang sekarang disebut dengan welfare oriented. Hal ini dirasakan asing pada masa itu, karena pajak yang dikumpulkan oleh penguasa di kerajaan-kerajaan tetangga di jazirah Arabia seperti Romawi dan Persia, dikumpulkan oleh menteri dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kaisar dan raja. Baitul māl yang didirikan oleh Rasulullah SAW  tidak mempunyai bentuk yang formal sehingga memberikan fleksibilitas yang tinggi dan nyaris tanpa birokrasi. Keadaan ini bertahan sampai pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar ra, dimana dapat dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan dalam pengelolaan baitul māl. Baru pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab ra, sejalan dengan bertambah luasnya wilayah pemerintahan Islam, volume dana yang dikelola dan keragaman kegiatan baitul māl juga bertambah besar dan bertambah kompleks. Keadaan ini mendorong khalifah untuk membuat sistem administrasi dan pembukuan yang mampu menangani perkembangan ini.
21
 
Sejak jaman Rasulullah saw baitul māl bukanlah sekedar lembaga sejenis BAZIS yang dikenal sekarang ini. Baitul māl merupakan lembaga pengelola keuangan negara, maka baitul māl memainkan fungsi kebijakan fiskal sebagaimana yang dikenal dalam ekonomi sekarang. Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh baitul māl sejak jaman rasulullah saw memberikan dampak langsung pada tingkat investasi dan secara tidak langsung memberikan dampak pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal kebijakan moneter, sampai dengan masa pemerintahan Umar Ibn Khattab ra, boleh dikatakan pemerintahan Islam belum memiliki sejenis bank sentral yang mengatur kebijakan moneter, karena pada masa itu belum ada dinar Islam yang dicetak oleh pemerintah Islam. Ketika itu dinar Romawi dan dirham Persia yang digunakan sebagai alat bayar. Barulah di masa pemerintahan Khalifah Ali  ra, dicetak dinar Islam dalam bentuk yang khas pemerintahan Islam. Namun karena keadaan politik saat itu mengakibatkan peredarannya sangat terbatas. “Jadi dapat dikatakan bahwa baitul māl di jaman Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin tidak menjalankan fungsi kebijakan moneter dalam arti mengelola jumlah uang yang beredar”13. Para ahli ekonomi Islam dan sarjana ekonomi Islam sendiri memiliki sedikit perbedaan dalam menafsirkan baitul māl ini. Sebagian berpendapat, bahwa baitul maal itu semacam bank sentral yang ada saat ini. Tentunya dengan berbagai kesederhanaannya karena keterbatasan yang ada. Sebagian lagi berpendapat bahwa baitul māl itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara.

13Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, UII Press, Yogyakarta, 2002, hal. 57.

 
22
 
Hal ini mengingat fungsinya untuk menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja negara.  Kalaupun lembaga baitul māl yang menurut para orientalis bukan sesuatu yang baru, maka proses siklus dana masyarakat (zakat,infaq dan shodaqoh) yang dinamis dan berputar cepat merupakan preseden yang sama sekali baru. Penjajahan yang terjadi di negara-negara Islam membawa perubahan dalam sistem pemerintahan, politik dan ekonomi. Meskipun akhirnya banyak negara Islam yang berhasil mendapatkan kemerdekaannya, namun kenyataannya mereka hanya merdeka secara politik, karena  sisa-sisa penjajahan masih dirasakan terutama dalam bidang ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Sistem ekonomi pada umumnya tidak bisa lepas dari sistim politik. Penjajahan telah membentuk watak negara Islam menjadi individualis dan sekuler, yang secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir dan bahkan akidah dari para pemimpinnya. Warisan ekonomi penjajahan membawa masalah seperti pengangguran, inflasi serta terpisahnya agama dan ekonomi serta politik, yang mengakibatkan ketidakberhasilan  dalam pembangunan ekonomi. Hal ini menimbulkan pemikiran di kalangan negara Islam, bahwa perlu dicari terobosan baru sebagai solusi untuk mengatasi masalah ekonomi. Yang menarik adalah bahwa solusi tersebut dikembalikan dan dikaitkan dengan ideologi. Konsep ini berangkat dari kesadaran para pemimpin negara Islam bahwa sistem ekonomi penjajah tidak dapat mengatasi masalah. Dalam masalah keuangan, ditemukan terminologi baru bahwa sistem bunga yang ribawi yang dikenalkan oleh penjajah telah menghilangkan baitul māl dalam khasanah kenegaraan, maka kesadaran ini telah mengarahkan pada sistem keuangan yang bebas riba.
23
 
Gerakan lembaga keuangan yang bebas riba dengan sistem modern didirikan pada tahun 1969 oleh Abdul Hamid An Maghar di desa Mith Gramer, tepi sungai Nil di Mesir. Meskipun akhirnya ditutup karena masalah manajemen, akan tetapi kelahiran Bank ini telah mengilhami diadakannya Konferensi Ekonomi Islam yang pertama pada tahun 1975 di Mekah. Dua tahun kemudian lahirlah Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB). Kelahiran IDB merupakan hasil serangkaian kajian yang mendalam dari pakar ekonomi dan keuangan juga dari para ahli hukum Islam. Negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam menjadi motor penggerak berdirinya IDB. Mesirlah yang pertama kali mengusulkan pendiriannya. Pada sidang Menteri Luar Negeri negara anggota OKI di Karachi Pakistan tahun 1970, Mesir mengusulkan perlunya pendirian Bank Islam Dunia. Usulan tersebut ditulis dalam bentuk proposal yang berisi tentang studi pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan pembangunan serta pendirian Federasi Bank Islam.   
24
 
Tujuan utama IDB adalah untuk memupuk dan meningkatkan perkembangan ekonomi dan social negara-negara anggota dan masyarakat muslim secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan prinsip syariat Islam. “Fungsi utama bank ini berperan serta dalam modal usaha dan bantuan cuma-cuma untuk proyek produksi dan perusahaan disamping memberikan bantuan keuangan bagi negara-negara anggota dalam bentuk lain untuk perkembangan ekonomi dan sosial”14. Keberadaan IDB sangat berpengaruh dalam memberikan inspirasi pada pendirian dan perkembangan bank syariah di berbagai negara Islam.Komite ahli IDB kemudian menyusun berbagai peraturan dan perangkat pengawasan, untuk mengakomodasi rencana pendirian bank Syariah tersebut.  Secara garis besar, bank Syariah tersebut dibagi menjadi dua, yakni Bank Islam Komersial (Islamic Commercial Bank ) dan Lembaga Investasi dalam bentuk International Holding Companies. Pada periode tahun 1970-an negara Islam telah banyak yang mendirikan lembaga keuangan syariah, seperti Mesir, Sudan, Dubai, Pakistan, Iran, Turki, Bangladesh, Malaysia, dan termasuk Indonesia pada dekade 1990- an.

14M. Abdul Manan, Islamic Economy Theory and Practice, Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta, 1993, hal. 191.

 
Di Indonesia pada tahun 1990 mulai ada prakarsa mengenai bank syariah, diawali adanya Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil lokakarya tersebut dilanjutkan dan dibahas dalam Musyawarah Nasional IV (MUNAS IV) MUI tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta. Hasil Munas membentuk Tim Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan rencana pendirian bank syariah di Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 1 Nopember 1991, tim ini berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI)  yang mulai beroperasi sejak September 1992. Pada awalnya kehadiran BMI belum mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun industri perbankan. Namun dalam perkembangannya, ketika BMI dapat tetap eksis ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, telah mengilhami pemerintah untuk memberikan perhatian dan mengatur secara luas dalam undang-undang, serta memacu segera berdirinya bank-bank syariah lain baik dalam bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maupun Windows Syariah untuk bank  umum. Kehadiran BMI pada awalnya diharapkan mampu untuk membangun kembali sistem keuangan yang dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Akan tetapi pada prakteknya terhambat, karena BMI sebagai bank umum terikat dengan prosedur perbankan yang telah dibakukan oleh undang-undang. Sehingga akhirnya dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah. Namun dalam realitasnya, sistem bisnis BPRS terjebak pada pemusatan kekayaan hanya pada segelintir orang, yakni para pemilik modal. Sehingga komitmen untuk membantu derajat kehidupan masyarakat bawah mendapat kendala baik dari sisi hokum maupun teknis. Dari segi hukum, prosedur peminjaman bank umum dan dengan BPRS sama, begitu juga dari sisi teknis.
25
 
Dari persoalan di atas, mendorong munculnya lembaga keuangan syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Juga lembaga yang tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagian kecil orang pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang, tetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga yang terlahir dari kesadaran umat dan ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha kecil/mikro. Lembaga yang tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama. Lembaga yang tidak terjebak pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga tersebut adalah Baitul Māl Wa Tamwil (BMT).
26
 
BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan, yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya pada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sector keuangan lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan. BMT telah mampu menarik minat mereka yang berpendidikan. Dengan mengetahui fungsi baitul māl di jaman awal Islam, maka sebenarnya mereka yang telah terlibat dalam BMT diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan lembaga baitul māl. Menempatkan dominasi peran BMT sebagai lembaga keuangan syariah dan atau sebagai lembaga ekonomi sektor riil, dapat menjadi suatu ijtihad ummat sebagai reaksi terhadap berbagai persoalan ekonomi, terutama marjinalisasi peran ekonomi, terutama marjinalisasi peran ekonomi ummat di Indonesia.

27
 
2.1.9  Azas  Dan Dasar Hukum BMT.
BMT berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan /koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme. Tujuan dari BMT adalah untuk menyediakan dana murah dan cepat guna pengembangan usaha kecil bagi anggotanya. BMT juga bertujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pada awalnya BMT adalah sebuah organisasi informal dalam bentuk Kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yaitu suatu lembaga yang melakukan penghimpunan dana dari anggota dan diperuntukkan bagi anggota. Kegiatan tersebut dilakukan dengan mencontoh proyek yang sering dilakukan pemerintah dalam upaya pengembangan masyarakat.Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistim operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syari’ah sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syari’ah.
Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Juga dipertegas oleh KEP.MEN Nomor  91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan syari’ah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT ( Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah). Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi  khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi anggota jika pembiayaannya telah selesai. Peraturan operasional bank syari’ah berdasarkan undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 dengan ketentuan pelaksanaannya seperti PP Nomor 71 tahun 1992 tentang BPR serta PP Nomor 72 tahun 1992 yang mengatur mengenai bank dengan prinsip bagi hasil. Kemudian Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tersebut telah diganti dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Gerakan BMT dicanangkan sebagai gerakan nasional oleh presiden Soeharto pada pembukaan silaknas ICMI di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1995.
28
 
Dalam beberapa tahun kemudian BMT dibina dan dikembangkan oleh PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) yang merupakan badan pekerja dari YINBUK (Yayasan Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil). YINBUK  didirikan pada tanggal 13 Maret 1995 dengan tujuan untuk mengembangkan BMT secara meluas dan sehat.Upaya yang dilakukan PINBUK dengan beberapa langkah kelembagaan  antara lain, berupa kerjasama dengan BI sejak 1995 melalui Proyek Hubungan Kerjasama (PHBK) dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Seiring dengan perkembangan keberadaan BMT, selanjutnya PINBUK tidak lagi menjadi satu-satunya perintis dan pendukung pendiriannya. Ormas Islam atau lembaga keislaman juga mengambil peran mereka dalam memunculkan BMT-BMT baru. Ormas itu antara lain  ICMI, MUI, NU dan  Muhammadiyah. Bahkan sejak tahun 2005 pendirian BMT telah bergeser kepada perusahaan bisnis yang disokong oleh seorang investor kuat atau kelompok bisnis. Tanda-tandanya dapat dilihat dari kepemilikan dan kemunculan kantor kas-kantor kasnya dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Pada sisi legalitasnya terdapat pergeseran pengakuan
29
 
kewenangan legalitasnya yang semula diberikan oleh PINBUK dengan bekerjasama dengan Departemen Koperasi dan PHBK BI beralih menjadi kewenangan sepenuhnya Departemen Koperasi sehingga yang bertanggungjawab membinanya secara legal tetaplah departemen koperasi.    
2.2 Hipotesa
            Ada pengaruh positif dan signifikan modal bagi hasil terhadap minat masyarakat dalam memilih simpanan pada BMT Ikatan Persaudaraan Migran Hongkong (IPMH) Halaqoh Kecamatan Paron.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar