KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR
MATEMATIKA PEMINATAN
A. Pengertian
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti ‘belajar atau hal yang dipelajari’, yang
kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Unsur utama pekerjaan matematika adalah
penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh
sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Sehingga kaitan antar konsep
atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, materi
matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tak dapat
dipisahkan, yaitu: materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami
dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.
Matematika muncul pada saat
dihadapinya masalah-masalah yang melibatkan kuantitas, struktur, ruang, atau
perubahan dan dijumpai di dalam perdagangan, pengukuran tanah, astronomi, serta masalah dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi pada umumnya maupun masalah-masalah dalam matematika itu sendiri.
Dalam pembelajaran, pemahaman konsep
sering diawali secara induktif melalui pengamatan pola atau fenomena,
pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat
digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Dengan demikian, cara belajar secara deduktif dan induktif
digunakan dan sama-sama berperan penting dalam matematika. Dari cara kerja
matematika tersebut diharapkan akan terbentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan
komunikatif pada peserta didik.
B. Rasional
Adanya kelompok mata pelajaran wajib dan
mata pelajaran peminatan dalam kurikulum
SMA/MA dan SMK/MAK atau yang setara dimaksudkan untuk menerapkan prinsip
kesamaan antara SMA/MA dan SMK/MAK. Mata
pelajaran peminatan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya. Struktur kurikulum memperkenankan peserta didik melakukan pilihan
dalam bentuk pilihan kelompok peminatan, pilihan lintas minat, dan/atau pilihan
pendalaman minat.
Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/MA
bersifat akademik atau untuk mendalami, mengaplikasikan atau memperluas lebih
lanjut kajian atau muatan pada mata pelajaran wajib. Kelompok peminatan terdiri
atas peminatan matematika dan ilmu-ilmu alam, peminatan ilmu-ilmu sosial,
peminatan ilmu-ilmu bahasa dan budaya, pilihan lintas minat atau pendalaman
minat, dan peminatan vokasional atau kejuruan. Peminatan matematika dan
ilmu-ilmu alam terdiri atas mata pelajaran matematika, biologi, fisika dan
kimia.
Sejak kelas X peserta didik sudah harus
memilih kelompok peminatan yang akan dimasuki. Pemilihan peminatan berdasarkan
nilai rapor di SMP/MTs dan/atau nilai UN SMP/MTs dan/atau rekomendasi guru BK
di SMP/MTs dan/atau hasil tes penempatan (placement test) ketika mendaftar
di SMA/MA dan SMK/MAK dan/atau tes bakat minat oleh psikolog dan/atau
rekomendasi guru BK di SMA/MA
Pada akhir minggu ketiga semester pertama
peserta didik masih mungkin mengubah pilihan peminatannya berdasarkan
rekomendasi para guru dan ketersediaan tempat duduk. Untuk sekolah yang mampu
menyediakan layanan khusus maka setelah akhir semester pertama peserta didik
masih mungkin mengubah pilihan peminatannya. Untuk MA, selain ketiga peminatan
tersebut ditambah dengan kelompok peminatan keagamaan.
Peserta didik yang telah memilih kelompok
peminatan tertentu, harus mengikuti semua mata pelajaran yang terdapat dalam
kelompok peminatan yang telah dipilihnya. Artinya, peserta didik yang telah
memilih kelompok peminatan matematika dan ilmu-ilmu alam, harus mengikuti mata pelajaran peminatan matematika,
biologi, fisika dan kimia, sesuai dengan kelompok peminatan yang telah
dipilihnya.
Kompetensi
inti dan kompetensi dasar mata pelajaran matematika peminatan dalam dokumen ini
disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan
berkomunikasi, memecahkan masalah dan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, inovatif dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama untuk
meningkatkan kecakapan hidup peserta didik dalam memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk hidup lebih
baik pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan sangat kompetitif.
Pendekatan
pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam
pembelajaran yang mencakup masalah
tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal,
dan masalah yang dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, memilih
strategi, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan
solusinya.
Dalam
setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem) atau sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki siswa. Dengan
mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk
menguasai konsep lebih lanjut di matematika. Untuk meningkatkan keefektifan
pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan alat peraga sederhana, maupun alat
teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer.
C. Tujuan
Secara
umum, mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik dapat:
1. memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan menggunakan konsep
maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah;
2. menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian
masalah serta untuk membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang
ada, serta melakukan
penalaran berdasarkan sifat-sifat matematika, menganalisis komponen dan
melakukan manipulasi matematika dalam penyederhanaan masalah
3. mengkomunikasikan gagasan dan penalaran matematika serta mampu menyusun
bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram,
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;
4. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
membangun model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh termasuk dalam rangka
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (dunia nyata);
5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah;
6. memiliki sikap dan perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya, seperti taat
azas, konsisten, menjunjung tinggi
kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet,
tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama,
adil, jujur, teliti, cermat, dan sebagainya;
Sedangkan,
secara khusus, tujuan mata pelajaran peminatan matematika adalah:
1. Memahami fakta
matematika atau fenomena yang berkaitan dengan matematika berdasarkan pengetahuan faktual, konseptual, atau prosedural yang
dimiliki
2. Menerapkan konsep, prinsip, atau kaidah/sistem aksioma dalam matematika
dalam konteks kehidupan
3. Menganalisis
dan mengevaluasi gejala, fenomena/fakta, dan/atau data
dengan menggunakan konsep, prinsip, atau kaidah/sistem aksioma matematika
4. Mengevaluasi
pemikiran dirinya terhadap gejala, fenomena/fakta,
konsep, prinsip, atau kaidah atau sistem
aksioma dalam matematika
5. Menyajikan ide/gagasan, atau hasil analisis dan/atau penyelidikan dalam
matematika
6. Memecahkan
masalah dengan menggunakan kaidah-kaidah sesuai dengan metode ilmiah serta mengolah
dan menganalisis beberapa alternatif solusi masalah sederhana untuk membuat
keputusan
7. Merencanakan
dan melaksanakan percobaan/pengamatan/ penyelidikan dalam matematika, serta mencipta
ide/gagasan, prosedur, dan/atau produk dalam matematika
D. Ruang Lingkup Materi
Mata
pelajaran matematika pada satuan pendidikan dasar dan menengah memuat materi aspek-aspek sebagai berikut:
1. geometri dan
pengukuran, yang meliputi konsep dan penggunaan: geometri bidang dan geometri
ruang (dalil titik, garis, jarak, sudut, bidang dan hubungannya); irisan
kerucut; parabola, hiperbola dan elips; lingkaran; komposisi dan transformasi
geometri; scalar dan vector, dalam pemecahan masalah
2. aljabar, yang meliputi konsep dan penerapan: sistem persamaan dan
pertidaksamaan linear dan kuadrat (dua variabel); pertidaksamaan pecahan,
irasional dan mutlak; polinomial; persamaan kubik; matriks persamaan linear;
dan anuitas dalam pemecahan masalah
3. tTrigonometririgonometri, yang meliputi konsep dan penggunaan: persamaan dan
identitas trigonometri dalam pemecahan masalah
4. Kalkuluskalkulus, yang meliputi konsep dan penerapan: fungsi eksponen
dan logaritma; limit dan turunan fungsi trigonometri; limit tak hingga; garis
singgung kurva; integral tentu (luas
daerah, volume benda putar, panjang kurva); dan integral parsial dalam
pemecahan masalah
5. Statistika statistika dan
Peluangpeluang, yang meliputi: variabel acak dan sample acak; uji
hipotesis; dan distribusi binomial dalam pemecahan masalah
E. Prinsip pembelajaran dan penilaian
Belajar matematika artinya membangun
pemahaman tentang konsep-konsep, fakta, prosedur, dan gagasan matematika.
Memahami adalah membuat pengaitan antara gagasan, fakta, dan prosedur. Mengenalkan gaya belajar kepada siswa dan
mengadaptasi berbagai macam strategi pembelajaran akan memudahkan siswa
memahami konsep-konsep matematika.
Dengan pemahaman seperti ini,
memungkinkan seorang guru untuk dapat berupaya memberikan inspirasi kepada
siswa dengan gagasan-gagasan matematika yang menantang dan menyenangkan yang
dikemas dalam pembelajaran matematika yang interaktif. Sehingga secara kreatif
siswa dapat menciptakan atau menemukan konsep-konsep matematika yang sebelumnya
telah ditemukan para pendahulunya. Dengan adanya ruang gerak untuk proses
penemuan bagi siswa memungkinkan siswa memiliki prakarsa dan kreativitas. Kemandirian siswa dalam belajar
dapat meningkat secara signifikan setelah siswa belajar matematika dengan salah
satu pendekatan yang tergolong inovatif.
Pengetahuan matematika siswa dapat
dikonstruksi melalui proses negosiasi antar siswa dan kebenarannya dikonfirmasi
oleh guru. Pembelajaran matematika yang inspiratif dan menyenangkan merupakan
pembelajaran yang “grounded” dalam dunia siswa.
Pelaksanaan pembelajaran matematika diharapkan menggunakan pendekatan
dan strategi pembelajaran yang memicu peserta didik agar aktif berperan dalam
proses pembelajaran dan membimbing peserta didik dalam proses pengajuan masalah
(problem posing) dan pemecahan
masalah (problem solving). Pada tahap
akhir diharapkan pembelajaran matematika dapat membentuk sikap-sikap positif
peserta didik seperti kedisiplinan, tanggung jawab, toleransi, kerja keras,
kejujuran, menghargai perbedaan, dan lain lain. Selanjutnya di kemudian hari dapat terbentuk pola
berpikir ilmiah yang merupakan suatu kebiasaan.
Konsep
matematika disajikan dengan bahasa yang jelas dan spesifik. Bahasa matematika sangat efisien dan
merupakan alat yang ampuh menyatakan konsep-konsep matematika, merekonstruksi konsep atau menata suatu
penyelesaian secara sistematis setelah terlaksananya eksplorasi, dan terutama
untuk komunikasi. Bahasa matematika ini
tidak ambigu namun singkat serta
jelas. Hal ini sangat diperlukan terutama terlihat dalam menyusun suatu definisi ataupun teorema.
Untuk
menciptakan pembelajaran yang dimaksud maka guru harus memperhatikan
pilar-pliar pembelajaran, yaitu:
1. konsep-konsep disajikan dengan logika matematika sederhana dan
disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik sehingga baik
peserta didik berkemampuan rendah pun dapat merasakan kemudahan mempelajari
konsep-konsep tersebut. Guru diharapkan memiliki pengetahuan mengenai kemampuan
yang siswa miliki yang terkait dengan materi yang akan diajarkan.
2. menumbuhkan keasyikan dalam belajar, rasa ingin tahu sehingga
akan terus mengeksplor serta melakukan investigasi dalam kegiatan belajar dalam
memecahkan soal-soal dan masalah-masalah dalam materi terkait.
3. menumbuhkan suasana kesenangan dan keriangan (fun) dalam kegiatan pembelajaran, yaitu
terciptanya suasana rileks, tidak tegang atau cemas (enxiety) baik, bebas berpendapat yang berbeda dari pendapat yang
lainnya, dihargai sekalipun pendapatnya tidak sepenuhnya benar, kepekaan dan
peduli dalam merespons terhadap masalah yang dikemukakan /dialami peserta
didik, serta lingkungan belajar menarik (misalnya keadaan kelas terang,
pengaturan tempat duduk leluasa untuk peserta didik bergerak).
4. Aktif dan kreatif, yaitu pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik (student centered) dan menstimulasi peserta didik untuk mengembangkan
gagasannya dengan memanfatkan sumber belajar yang ada. Untuk mengaktifkan peserta didik, kata kunci yang dapat
dipegang guru adalah adanya kegiatan yang dirancang untuk dilakukan peserta
didik baik kegiatan berpikir maupun berbuat (hands on dan minds on activities). Fungsi dan peran guru lebih
banyak sebagai fasilitator. Ciri-ciri pembelajaran aktif adalah peserta didik:
aktif bertanya, aktif belajar, mengemukakan gagasan, merespon gagasan orang
lain dan membandingkannya dengan gagasannya sendiri. Bentuk kegiatan yang
mendukung belajar aktif misalnya: belajar
kelompok, memecahkan masalah, diskusi, mempraktikan ketrampilan, melakukan
kegiatan investigasi dan eksplorasi.
5. pembelajaran didesain sedemikian rupa sehingga dapat
menstimulasi peserta didik untuk mengembangkan gagasannya (kreatif dan
inovatif) dengan memanfatkan sumber belajar yang ada. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara: menyajikan suatu situasi yang menarik (kontekstual) sehingga
peserta didik dapat merespon untuk menyelesaikan permasalahan sesuai dengan
pengalaman dan pengetahuan mereka (informal), memberi kebebasan untuk
mengembangkan gagasan dan pengetahuan baru, bersikap respek dan menghargai ide
– ide peserta didik, memberikan waktu yang cukup unuk peserta didik berpikir
dan menghasilkan karya, serta mengajukan pertanyaan – pertanyaan untuk
menggugah kreativitas seperti : “ mengapa”, “ bagaimana” , “ apa yang terjadi
jika….”, dan bukan pertanyaan “ apa” atau “kapan”.
6. Efektifitas, yaitu pembelajaran yang berfokus pada kompetensi
yang harus dikuasai peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung
(seperti dicantumkan dalam tujuan pembelajaran) dengan menggunakan cara
yang efisien.
Guru
dituntut adanya kemampuan komunikasi yang baik, yang membantu peserta
didik memahami apa yang guru sampaikan
dalam pembelajaran. Beberapa teknik untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran
:
1. Teknik menjelaskan, teknik ini sangat perlu dikuasai guru, namun
guru senantiasa membatasi diri agar tidak terjebak ke ceramah murni yang
menghilangkan peranan peserta didik
2. Teknik bertanya, untuk menggunakan tanya-jawab, perlu diketahui
tujuan mengajukan pertanyaan, jenis dan tingkat pertanyaan, serta teknik
mengajukan pertanyaan. Pertanyaan tertutup (bersifat
konvergen) memiliki jawaban tertentu, hanya ada satu jawaban. Pertanyaan
terbuka (bersifat divergen) memiliki jawaban terbuka dan diharapkan
menghasilkan banyak cara untuk menjawabnya dan jawabnya lebih dari satu.
Pertanyaan tingkat tinggi setidak-tidaknya menuntut pemahaman atau pemikiran
peserta didik, misalnya dalam memberikan alasan atau dalam membuat suatu
kesimpulan. Pertanyaan tingkat tinggi
seperti inilah yang diharapkan lebih dikembangkan guru.
3. Teknik peragaan /demonstrasi, yaitu menunjukkan atau
memperlihatkan suatu model atau suatu proses. Teknik ini hanya efektif bila
digunakan hanya sebagai bagian dari kegiatan lain yang memberikan kemungkinan
kepada peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Misalnya
teknik bertanya perlu merupakan bagian
integral dari demonstrasi guru. Demonstrasi digunakan utamanya bila (1)
peserta didik tidak terampil menggunakannya, atau alat itu dapat “membahayakan”
peserta didik atau (2) karena keterbatasan banyaknya alat. Namun ukuran bahan
atau alat demonstrasi seharusnya memungkinkan peserta didik untuk melihat apa
yang guru demonstrasikan.
4. Percobaan (eksperimen) dengan alat secara individual atau
kelompok.Di sini peserta didik lebih
aktif dan diharapkan mereka menemukan berbagai hal yang terkait dengan
pembelajaran baik kognitif, psikomotorik maupun afektif. Kegiatan lain yang
melibatkan kegiatan praktik atau eksperimen adalah hands on mathematics (matematika dengan sentuhan tangan atau
pengutak-atikan obyek dengan tangan). Ini
merupakan kegiatan “pengalaman belajar” dalam rangka penemuan konsep atau
prinsip matematika melalui kegiatan eksplorasi, investigasi, dan konklusi yang
melibatkan aktivitas fisik, mental dan emosional dengan melibatkan ada
aktivitas fisik.
5. Teknik pemecahan masalah, yaitu pertanyaan yang harus dijawab
atau direspon namun jawaban atau strategi untuk menyelesaikannya tidak segera
diketahui. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu
dipandang merupakan suatu tantangan yang
tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui dan perlu
diselesaikan. Cara yang sering digunakan orang dan
sering berhasil pada proses pemecahan masalah inilah yang disebut
dengan strategi pemecahan masalah. Strategi ini akan sangat bermanfaat
jika dipelajari para peserta didik maupun guru agar dapat digunakan dalam
kehidupan nyata mereka didalam mereka menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
Beberapa strategi yang sering digunakan adalah:
a.
Membuat
diagram, strategi ini berkait dengan
pembuatan sketsa atau gambar corat-coret yang membantu/mempermudah pemahaman
terhadap masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyalesainnya.
b.
Mencobakan
pada soal yang lebih sederhana, strategi ini berkait dengan penggunaan contoh khusus tertentu pada
masalah tersebut agar lebih mudah dipelajari, sehingga gambaran umum
penyelesaian yang sebenarnya dapat ditemukan.
c.
Membuat
tabel, strategi ini digunakan untuk
membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran kita, sehingga segala
sesuatunya tidak dibayangkan hanya oleh otak yang kemampuannya sangat terbatas,
dan dapat terlihat berbagai kecenderungan yang terdapat dalam table itu.
d.
Menemukan
pola, strategi ini berkaitan
dengan keteraturan yang terlihat dalam
suatu situasi (misalnya susunan sekumpulan bilangan) dilanjutkan dengan
pencarian aturan-aturan itu. Keteraturan tersebut akan memudahkan kita menemukan
penyelesainnya dan bukan tidak mungkin untuk kita memunculembar kerjaan adanya
aturan laiannya.
e.
Memecah
tujuan, strategi ini berkait dengan
pemecahan tujuan umum yang hendak kita capai menjadi satu atau beberapa tujuan
bagian. Tujuan bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya. Hal ini
dikarenakan bahwa seringkali suatu situasi yang amat kompleks dan
permasalahannya juga tidak sederhana.
f.
Memperhitungkan
setiap kemungkinan, strategi ini berkait dengan
penggunaan aturan-aturan yang dibuat sendiri oleh si pelaku selama proses
pemecahan masalah sehingga tidak akan ada satupun alternatif yang terabaikan.
g.
Berpikir
logis, strategi ini berkaitan dengan
penggunaan penalaran maupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid dari
berbagai informasi atau data yang ada.
h.
Bergerak
dari belakang, strategi ini dimulai dengan
menganalisis bagaimana cara mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Dengan
strategi ini, kita bergerak dari yang diinginkan lalu menyesuaikannya dengan yang
diketahui.
i.
Mengabaikan
(mengelimiasi) hal yang tidak mungkin, dari berbagai alternatif yang ada, alternatif yang sudah
jelas-jelas tidak mungkin hendaknya dicoret/diabaikan sehingga perhatian dapat
tercurah sepenuhnya untuk hal-hal yang tersisa dan masih mungkin saja.
j.
Mencoba-coba,
strategi ini biasanya digunakan
untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalahnya dengan mencoba-coba
berdasarkan informasi yang diketahui.
6. Teknik
penemuan terbimbing, dalam teknik ini, peranan guru adalah: menyatakan persoalan,
kemudian membimbing peserta didik untuk menemukan penyelesaian dari persoalan
itu dengan perintah-perintah atau dengan penggunaan lembar kerja (LK). Peserta
didik mengikuti pertunjuk yang tersedia dalam lembar kerja dan menemukan
sendiri penyelesaiannya. Penemuan terbimbing biasanya
dilakukan berkaitan dengan bahan ajar yang pembelajarannya dikembangkan secara
induktif. Guru harus yakin benar bahwa bahan “yang ditemukan” sungguh secara
matematis dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Kedalaman tingkat pemikiran yang harus
digunakan untuk isian atau jawaban peserta didik, tergantung dari
keadaan kelas secara umum atau tingkat kemampuan peserta didik yang akan mengerjakannya.
Jika peserta didiknya peserta didiknya berkemampuan tinggi, pertanyaannya juga
berbobot untuk memberikan rangsangan yang masih terjangkau peserta didik dan
tidak sangat mudah bagi mereka. Jika peserta didiknya berkemampuan kurang,
pertanyan atau tempat kosong yang harus diisi peserta didik cenderung pada
hal-hal yang memerlukan tingkat pemikiran tidak terlalu tinggi. Jika LK digunakan secara klasikal, maka pertanyaan atau tugas isian
yang bervariasi, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah tingkat
kesukarannya sehingga dapat dikerjakan oleh sebagian besar peserta didik. Untuk
sebuah kelas dapat disusun beberapa jenis tingkat kesukaran LK dengan muatan
yang bertujuan sama di titik akhirnya. Perbedaannya adalah terutama pada
tingkat dan banyaknya isian atau jawaban yang dituntut atas pertanyaannya.
Setiap kelompok peserta didik mengerjakan LK yang berbeda sesuai tingkat kemampuan masing-masing.
Selain itu, agar
dapat terlaksananya kegiatan belajar pada peserta didik, maka peserta didik
harus secara aktif berinteraksi diantara mereka dengan menggunakan berbagai
bahan dan sumber belajar, yang dapat berupa: alat peraga, nara sumber, buku-buku yaitu teks wajib (buku peserta didik), buku guru (teacher’s manual),
buku-buku penunjang lainnya, berbagai aplikasi
penggunaan teknologi, tempat atau lingkungan, tayangan video dan lain
sebagainya.
Sedangkan penilaian hasil belajar matematika merupakan
proses sistematis untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi suatu
pembelajaran, apakah telah berhasil
dan efisien. Berdasarkan data dan
informasi yang telah diperoleh, seorang guru dapat memberikan keputusan
terhadap prestasi siswanya.
Guru perlu merancang merancang
penilaian secara tepat, untuk membuat siswa memperlihatkan ‘apa yang berlangsung dalam pikirannya’
yang mencerminkan pencapaian sebenarnya dari tujuan dan sasaran yang ditentukan
guru atau kurikulum. Aspek yang perlu dievaluasi pada kegiatan
pembelajaran metematika adalah sebagai berikut.
1. Ranah kognitif meliputi
: aspek intelektual: pengetahuan,
pengertian, dan
keterampilan berfikir.
2. Ranah afektif meliputi : perilaku-perilaku
yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan
cara penyesuaian diri.
3. Ranah psikomotor
Ranah kognitif pada pembelajaran
matematika dimaknai sebagai perilaku yang diharapkan dari siswa ketika mereka
berhadapan dengan konten matematika. Ranah kognitif terdiri atas empat domain
yaitu:
§ Pemahaman, yang meliputi kemampuan siswa dalam: mendeskripsikan
konsep, menentukan
hasil operasi matematika (menggunakan algoritma standar), mengidentifikasi
sifat-sifat operasi dalam matematika
§ penyajian dan
penafsiran, yang meliputi kemampuan siswa dalam: membaca dan
menafsirkan berbagai bentuk penyajian, seperti tabel dan grafik; menyajikan data dan informasi dalam berbagai
bentuk tabel dan grafik; melukiskan
bangun-bangun geometri; menyajikan/menafsirkan
berbagai representasi konsep dan prosedur; dan menyusun
model matematika suatu situasi/keadaan.
§ penalaran dan
pembuktian, yang meliputi kemampuan siswa dalam: mengidentifikasi
contoh dan bukan contoh; menduga
dan memeriksa kebenaran suatu pernyataan; mendapatkan
atau memeriksa kebenaran dengan penalaran induksi; menyusun
algoritma proses pengerjaan/pemecahan masalah matematika; menurunkan atau
membuktikan rumus dengan penalaran deduksi.
§ pemecahan
masalah, yang meliputi kemampuan siswa dalam: menggunakan
matematika dalam penyelesaian masalah matematika; dan menggunakan
matematika di luar matematika, yaitu konteks kehidupan nyata, ilmu, dan
teknologi.
Kondisi afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat
peserta didik dalam belajar, serta konsep diri dan keyakinan. Sikap peserta
didik terhadap pelajaran matematika menyangkut perbuatan, perasaan, dan
pikirannya yang didasarkan pada pendapat atau keyakinan pribadi. Sikap tersebut
dapat positif, negatif, atau netral. Minat peserta didik terhadap pelajaran
matematika berhubungan dengan keingintahuan, kecenderungan hati yang tinggi,
atau keinginan terhadap pelajaran matematika. Konsep diri terhadap pelajaran
matematika berhubungan dengan pandangan terhadap kemampuan diri dalam belajar
matematika. Keyakinan peserta didik terhadap pelajaran matematika berhubungan
dengan keyakinannya terhadap kemanfaatan belajar matematika. Contoh aspek dalam
ranah afektif antara lain: pendapat peserta didik terhadap proses pembelajaran
yang diikutinya, cara belajar matematika, rasa percaya diri dalam belajar
matematika, tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas yang diberikan, keberanian
mencoba dan kegigihan dalam menyelesaikan permasalahan matematika, serta
kemampuan bekerjasama,
Kemampuan psikomotor yang dinilai menyangkut gerak otot kecil.
Kemampuan yang dibina antara lain: kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu,
baik satuan baku, maupun tidak baku) dan mengambar bentuk-bentuk geometri
(garis, sudut, bangun datar, dan bangun ruang) dengan menggunakan alat atau
tanpa alat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar